FRAUDULENT
#LOOCALISM : 1st WRITING EVENT
⚠️ Cerita ini tidak ada hubungannya dengan plot utama ⚠️
━━━━━━━━━━━
Aku memasuki apartment. "Kin tadi denger ada pengirim paket gak?" teriakku.
"Engga tuh, emang kenapa Likk?" tanyanya, dia yang sedang menonton televisi pun menengok ke arahku.
Aku berjalan mendekati Kino dan memberikan kotak yang cukup berat itu, dia pun membuka kotaknya. Buku yang sedikit kusam adalah benda yang pertama kali kita lihat saat kotak itu dibuka. Aku mengambil buku itu dan membukanya.
Setelah membaca isi buku itu, aku bergegas ke kamar, aku pun langsung mengemas beberapa barang yang perlu kubawa. "Terus ini kira-kira apalagi ya Kin?"
Kino mengecek ulang tasku, dia benar-benar melihat keseluruhannya dengan teliti. "Udah semua kok Likk. Kenapa tiba-tiba sih perginya?"
"Aku cuma penasaran apa yang dimaksud dari buku itu. Gapapa kan cuma ke Desa Trunyan," jelasku sembari menutup tas yang terlihat sedikit penuh. Aku pun bergegas pergi terburu-buru karena takut perjalanan memakan waktu yang lama.
Benar saja perkiraanku, perjalanan ke Desa Trunyan memakan waktu hingga berjam-jam. Sesampainya di Desa Trunyan aku melihat sekeliling, tempat yang sepi dan aku pun tidak melihat adanya kehidupan di sini, aku teringat ucapan Senja bahwa tempat ini keramat. Aku terus berjalan menelusuri desa ini, tiba-tiba aku merasa jika bulu kudukku berdiri. Sudah hampir setengah jam aku mengelilingi desa ini dan tidak menemukan orang di manapun.
"Hah anjir gue cape," ucapku langsung duduk di tanah.
"Sialan," gerutuku menendangi kerikil kecil di depanku. Seketika mataku tertuju pada sebuah kotak, "kotak lagi?"
Aku berjalan menghampiri kotak itu dan langsung membukanya, ada secarik kertas di dalamnya. Aku mengambil kertas itu dan mengamati isi dari kertas itu.
Aku berjalan mengikuti perintah yang ada pada kertas itu. "Susah banget anjir."
Sudah beberapa menit aku mengikuti perintah dari kertas itu. Butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikan teka-teki yang terdapat pada kertas tersebut. Hingga akhirnya aku berdiri di depan gedung tua yang terlihat sudah sangat lama tidak berpenghuni. Aku memasukinya dengan rasa penasaran yang cukup besar, dan aku terkejut karena melihat beberapa tengkorak di sekelilingku. "What the hell? gue cape-cape mecahin teka-teki cuma buat liat tengkorak kaya gini?"
"Sayang sekali wanita yang kusayang harus berjalan-jalan terlebih dahulu, bahkan perlu memecahkan teka-teki yang kubuat," ucapnya dengan menepuk pundakku tiba-tiba, aku sontak menengok.
"Maaf, kita kenal?" tanyaku mengerutkan dahi dan menatap lelaki yang ada di depanku.
"Mungkin kamu tidak mengenalku, tapi aku sangat mengenalmu. Tapi maaf, orang-orang yang membuatmu sakit hati terpaksa kubunuh," bisiknya dengan memberikan senyumannya ke arahku.
Lelaki yang berpenampilan sedikit lusuh, mata yang sayu, tatapan kosong, dan juga senyuman yang sedikit menyeramkan.
"Kamu tahu? Aku sangat tergila-gila kepadamu," ucapnya mengelus pipiku.
Aku menepis tangannya. "Apa yang kamu inginkan dariku?" tanyaku dengan sedikit menjauhkan tubuhku darinya.
"Tentu aku ingin memilikimu sepenuhnya, tanpa ada yang berani menyentuhmu sedikit pun hahaha," ucapnya.
Lelaki itu terus berusaha mendekatiku. "Berhenti disitu!" pekikku dan menunjuknya agar dia tidak mendekatiku lagi. Lelaki itu berhenti tepat di tempat yang kusuruh.
"Saya tau jika ini semua sudah terencana," ucapku dengan memberikan senyuman kepadanya.
"Hahaha ternyata aku tidak salah memilih perempuan."
Aku mengangkat bahuku dengan ekspresi muka yang sedikit angkuh. "Ck itulah fungsinya otak."
"Hahaha pinter juga, jadi tau kan kalo aku hanya ingin kamu menjadi milikku seutuhnya, tanpa ada satupun orang yang bisa memilikimu," ucapnya, dia merogoh sakunya dan menodongkan pistolnya ke arah mukaku.
Sebelum dia menarik pelatuk pistolnya, aku sudah mendengar suara tembakan dari belakangku, yang mendarat tepat di dada lelaki itu, dia pun langsung terjatuh dan kedua tangan memegang dadanya dengan meringis kesakitan. Aku menengok ke arah suara itu berasal, Kino pun keluar dari tempat bersembunyinya, aku memberikan senyum kemenangan.
"Gue curiga sama buku itu dari awal, sampe akhirnya gue bikin rencana kalo gue tetep harus ikut buat lindungin cewe gue. Lu pikir cewe gue sebodoh itu?" tanya Kino.
"Persetan kalian berdua, sialan," gerutunya, lagi-lagi meringis kesakitan karena bekas tembakan Kino tadi.
Kino menghampiri lelaki itu dan menembakkan peluru ke mulutnya. "Gue gak suka keributan, dan lu gak usah ngerengek kaya gitu, berisik." Kemudian Kino mengambil pistol milik lelaki itu yang tergeletak di sebelahnya.
Kino melemparkan pistol itu kepadaku, kemudian dia mengeluarkan pisau dari sakunya dan menusukannya pada dada lelaki yang tak ku kenal itu. Aku menikmati pemandangan yang ada di depanku dan akupun menodongkan pistol ke arah kepala lelaki itu, dan menarik pelatuknya beberapa kali.
Komentar
Posting Komentar